-->
  • Pendekatan Pengembangan Kurikulum



    a.    Pendekatan Subjek Akademik
    Pada pendekatan subjek akademik menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim didapati dalam system pendidikan sekarang ini disemua sekolah dan perguruan tinggi.[1]

    Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Karena setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu dan berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembagan kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan terlebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
    Dari pendekatan subjek akademik ini diharapkan agar peserta didik dapat menguasai semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikan lebih bersifat intelektual. Kurikulum subjek akademik tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada hal apa yang terpenting dalam materi tersebut.
    Sekurang-kurang ada tiga pendekatan dalam perkembangan Kurikulum Subjek Akademis.[2]
    Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar mengingat-ingatnya.
    Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integrative. Pendekatan ini merupakan respons terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada.
    Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecehan masalah dalam kehidupan.
    Dalam pendekatan pengembangan kurikulum ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[3]
    1)        Tujuan
    Tujuan kurikulum subjek akademik adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”. Para siswa harus belajar mengunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya, sehingga diharapkan siswa mempunyai konsep dan cara yang terus dapat dikembangkan di masyarakat yang lebih luas.
    2)        Metode
    Metode yang banyak digunakan dalam pendekata subjek akademik adalah pendekatan metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai.Dalam materi disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
    3)        Organisasi isi
    Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subyek akademik. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
    a)    Correlated curriculum, adalah pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
    b)   Unified atau Concentrated, adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
    c)    Intregrated curriculum, kalau dalam unified masih tampak warna displin ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
    d)   Problem Solving curriculum, adalah pola organisasi isi yang beriisi topic pemecahan masalah social yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu.
    e)    Evaluasi
    Kurikulum subjek akademik menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay test) dari tes objektif. Karena bidang studi ini membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara menyeluruh.
    b.    Pendekatan Humanistik
    Pada pendekatan humanistik berpusat pada siswa, jadi student centered, dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Menurut Somantrie dalam Abdullah Idi, bahwa pada pendekatan humanistik prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan dan kemampuan anak.[4]
    Permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah tujuan. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak semata-mata diukur dengan lancarnya proses transmisi nilai-nilai (dalam hal ini materi pelajaran yang terformat dalam kurikulum), melainkan lebih dari sekadar hal itu. Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana, yakni sarana untuk membentuk pematangan humanisasi peserta didik, jasmani dan ruhani secara gradual.[5]
    Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan humanistik tujuan dari pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat dicapai pesera didik tapi lebih kepada pembentukan perubahan pada peserta didik, baik secara jasmani maupun ruhani. Selanjutnya siswa hendaknya diturut sertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Dan siswa hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah. Siswa hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, dan siswa boleh membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan. Pendidikan yang humanistik memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk hidup ciptaan Allah dengan fitrah-fitrah tertentu. Sebagai makhluk hidup, ia harus melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Sebagai pribadi, manusia juga sebagai makhluk social yang memilki hak-hak sosial dan harus menunaikan kewajiban-kewajiban sosialnya.
    Dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan individu peserta didik itu selanjutnya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:[6]
    1)   Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
    2)   Menghormati individu peserta didik, dan
    3)   Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
    Tugas guru dalam kurikulum humanistik adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong peserta didik untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri. Dan tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Dari sini jelaslah bahwa pendekatan pengembangan kurikulum humanistik ini mengaharapkan perkembangan diri siswa sehingga dapat menemukan kepribadiannya yang hidup ditengah-tengah masyarakat.
    Pendekatan pengembangan kurkulum ini mempunyai beberapa ciri-ciri, yakni:
    1)   Tujuan
    Tujuan pendidikannya adalah oroses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadiaan, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semuanya itu merupakan bagian dan cita-cita perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing person). Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya baik aspek kognitif, estetika, maupun moral.
    2)   Metode
    Pengembangan kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan siswa. Karenanya, menuntut kemampuan guru untuk memilih metode pembelajaran yang dapat menciptakan hubungan yang hangat antara guru dengan murid, antara murid dengan murid, dapat memberikan dorongan agar saling percaya. Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak disenangi oleh peserta didik.
    3)   Organisasi Isi
    Kurikulum humanistik harus mampu memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Karenanya peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:[7]
    a)         Mendengarkan pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
    b)         Menghormati individu peserta didik, dan
    c)         Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
    d)        Evaluasi
    Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya, yang lebih ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi kurikulum humanistik lebih menekankan pada proses yang dilakukan. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta didik masa depan. Kelas yang baik akan menyediakan berbagai pengalaman untuk mambantu peserta didik menyadari potensi mereka dan orang lain, serta dapat mengembangkannya.
    Pada kurikulum ini, guru diharapkan mengetahui respon peserta didik terhadap kegiatan mengajar. Guru juga diharapkan mengamati apa yang sudah dilakukannya, untuk melihat umpan balik setelah kegiatan belajar dilakukan.Sebagai suatu hal yang alamiah, kurikulum humanistik memilki beberapa kelemahan, seperti:[8]
    1)   Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik
    2)   Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta didik
    3)   Kurikulum ini kurang memerhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, dan
    4)   Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.
    c.    Pendekatan Teknologis
    Salah satu ciri gloalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai alat teknologi seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan satelit, dan internet. Kehadiran teknologi perlu di manfaatkan oleh dunia pendidikan dalam upaya pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan efesiensi pendidikan.
    Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi memengaruhi kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional.[9]
    Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan pada bagaimana mengajarnya, bukan apa yang diajarkan. Sementara pandangan kedua menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan instruksional.
    Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).
    Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas pendidikan. Kurikulumnya berisikan rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul. Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.
    Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:[10]
    1)   Tujuan
    Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional. Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-ketrampilan yang dapat diamati.
    2)   Metode
    Metode merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat.
    3)   Organisasi bahan ajar
    Bahan ajar dan isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari objektif-objektif ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan.
    4)   Evaluasi
    Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit atau semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Tes evaluasi yang biasa dilakukan adalah tes objektif.
    d.   Pendekatan Rekonstruksionisme
    Pendekatan ini disebut Rekonstuksi sosial. Kurikulum rekonstruksi sosial sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini yang konsisten dengan cita-cita tertinggi, contohnya masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan dalam intelektual masyarakat umumnya, dan kemampuan menentukan nasib sendiri sesuai arahan yang mereka inginkan.
    Pengajaran kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangna potensi tersebut. Di daerah pertanian misalnya maka sekolah harus mengembangkan bidang pertanian, sementara kalau daerah industry maka yang harus dikembangkan oleh sekolah adalah bidang industri. Sehingga kurikulum tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakatdaerah tersebut.
    Kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Para pendukung kurikulum ini yakin, bahwa permasalahan yang muncul tidak harus diperhatikan oleh “pengetahuan sosial” saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.
    Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:[11]
    1)   Survei kritis terhadap suatu masyarakat
    2)   Studi yang melibatkan hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional
    3)   Studi pengaruh sejarah dan kencenderungan situasi ekonomi lokal
    4)   Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian
    5)   Berbagai pertimbangan perubahan politik, dan
    6)   Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
    Dari pemikiran diatas, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum harus bertitik tolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat. Pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini selain menekan pada isi pembelajaran, sekaligus juga menekankan pada proses pendidikan dari pengalaman belajar. Ini dikarenakan, pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa, manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang kehidupannya membutuhkan orang lain, selalu bersama, berinteraksi dan bekerjasama.
    Dari pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini, nantinya diharapkan peserta didik mempunyai tanggung jawab dalam masyarakatnya guna membantu pemerintah dalam perbaikan-perbaikan dalam masyarakatnya yang lebih baik lagi kedepannya.
    Adapun pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini mempunyai ciri-ciri berkenaan dengan:
    1)         Tujuan
    Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Karena itu, tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan selain bidang studi agama, juga perlu didekati dari bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi, ilmu pengetahuan alam, estetika, matematika dan lain-lain.
    2)         Metode
    Tugas guru dalam kegiatan pembelajaran dalam kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu: berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan peserta didik. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus dapat membantu para peserta didik untuk menemukan minat dan kebutuhannya.
    Kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam persoalan-persoalan tersebut di atas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode antara lain: (1) mengadakan survei kritis kepada masyarakat; (2) mengadakan studi banding ekonomi lokal dan nasional; (3) mengevaluasi semua rencana dengan criteria, apakah telah memenuhi kepentingan sebagian besar orang.
    3)         Organisasi Isi
    Pola organisasi isi kurikulum rekonstruksi sosial disusun seperti roda. Ditengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Tema-tema tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kelompok ini merupakan jari-jari. Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.
    4)         Evaluasi
    Dalam kegiatan evaluasi para peserta didik dilibatkan. Keterlibatan para peserta didik terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang akan diujikan terlebih dahulu diuji untuk menilai ketepatan maupun keluasan isinya. Selain itu juga untuk menilai keampuhannya dalam menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan kehidupan keberagaman masyarakat yang sifatnya kualitatif.
    e.    Pendekatan Accountability (The Accountability Approach)
    Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.[12]
    Accountability yang sistimatis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya, yang kelak dikenal sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.
    f.     Pendekatan Pembangunan Nasional (National Development Approach)
    Pendekatan ini mengandung tiga unsur : [13]
    1)   Pendidikan kewarganegaraan
    Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori: Warganegara yang apatis, warganegara yang pasif, warganegara yang aktif.
    1)   Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
    2)   Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
    3)   Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari
    4)   Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yaitu:
    a)    Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi suatu negara.
    b)   Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
    c)    Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
    d)   Keterampilan sebagai warganegara yang baik
    Dari beberapa pendekatan pengembangan kurikulum ini, maka penyusunan kurikulum harus dapat melihat kepada ilmu pengetahuan itu sendiri yang dapat dikaitkan dengan kepentingan peserta didik sebagai manusia/individu, dan kurikulum juga harus dapat menyesuaikan dengan perkemgangan teknologi sekarang ini, dan yang tidak kala pentingnya adalah kurikulum dibuat dengan memperhatikan kepentingan masyarakat tiap-tiap daerah.


    [1] Nasution, Kurikulum dan pengajaran. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 43.
    [2] Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, cet. ke-5, (Bandung. PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.83-84
    [3] Sukmadinata. “Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, hlm. 84-85
    [4] Idi, Pengembangan Kurikulum. (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2016), hlm. 160
    [5] Baharuddin, Makin. Pendidikan Humanistik:Konsep, Teori, dan Aplikasi Praktis dalam Dunia Pendidikan  (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 192..
    [6] Omar Hamalik, Dasar-dasar pengembangan kurikulum. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 144.
    [7] Hamalik.Dasar-dasar pengembangan kurikulum......hlm. 144
    [8] Hamalik,Dasar-dasar pengembangan kurikulum......hlm. 144
    [9] Hamalik,Dasar-dasar pengembangan kurikulum......hlm. 148
    [10] Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, cet. ke-5, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 97-98
    [11] Nana Syaodih sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 97-98
    [12] Nasution, Pengembangan kurikulum.: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 97-98
    [13] Nasution,. Teori dan Praktek......hlm. 43
  • You might also like

    No comments:

    Post a Comment

Flag Counter

Statistik