a. Pendekatan
Subjek Akademik
Pada
pendekatan subjek akademik menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai
dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau
IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim didapati dalam system pendidikan
sekarang ini disemua sekolah dan perguruan tinggi.[1]
Yang
diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan proses dalam
disiplin ilmu tertentu. Karena setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi
tertentu dan berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembagan kurikulum
subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan terlebih dahulu mata pelajaran
apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan)
pengembangan disiplin ilmu.
Dari
pendekatan subjek akademik ini diharapkan agar peserta didik dapat menguasai
semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena kurikulum sangat
mengutamakan pengetahuan maka pendidikan lebih bersifat intelektual. Kurikulum
subjek akademik tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan,
dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang
dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada hal apa
yang terpenting dalam materi tersebut.
Sekurang-kurang
ada tiga pendekatan dalam perkembangan Kurikulum Subjek Akademis.[2]
Pendekatan
pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar
bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar
mengingat-ingatnya.
Pendekatan
kedua, adalah studi yang bersifat integrative. Pendekatan ini merupakan respons
terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang
lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran,
dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang.
Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam,
proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada.
Pendekatan
ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
Mereka tetap mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan menekankan
membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran
lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa
dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecehan masalah dalam kehidupan.
Dalam
pendekatan pengembangan kurikulum ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[3]
1)
Tujuan
Tujuan kurikulum subjek akademik adalah pemberian
pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses
“penelitian”. Para siswa harus belajar mengunakan pemikiran dan dapat
mengontrol dorongan-dorongannya, sehingga diharapkan siswa mempunyai konsep dan
cara yang terus dapat dikembangkan di masyarakat yang lebih luas.
2)
Metode
Metode yang banyak digunakan dalam pendekata subjek akademik
adalah pendekatan metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru
kemudian dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai.Dalam materi
disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian
dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
3)
Organisasi isi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran)
kurikulum subyek akademik. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
a) Correlated curriculum, adalah pola
organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajari dalam suatu
pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
b) Unified atau Concentrated, adalah
pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu,
yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
c) Intregrated curriculum, kalau dalam
unified masih tampak warna displin ilmunya, maka dalam pola yang integrated
warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar
diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
d) Problem Solving curriculum, adalah
pola organisasi isi yang beriisi topic pemecahan masalah social yang dihadapi
dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu.
e) Evaluasi
Kurikulum
subjek akademik menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan
tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi humaniora lebih banyak
digunakan bentuk uraian (essay test) dari tes objektif. Karena bidang studi ini
membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara
menyeluruh.
b. Pendekatan
Humanistik
Pada
pendekatan humanistik berpusat pada siswa, jadi student centered, dan
mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian
integral dari proses belajar. Menurut Somantrie dalam Abdullah Idi, bahwa pada
pendekatan humanistik prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan
terhadap tanggapan minat, kebutuhan dan kemampuan anak.[4]
Permasalahan
yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah tujuan. Dengan demikian,
keberhasilan pendidikan tidak semata-mata diukur dengan lancarnya proses
transmisi nilai-nilai (dalam hal ini materi pelajaran yang terformat dalam
kurikulum), melainkan lebih dari sekadar hal itu. Pendidikan humanistik
menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana, yakni sarana untuk
membentuk pematangan humanisasi peserta didik, jasmani dan ruhani secara
gradual.[5]
Jadi
dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan humanistik tujuan
dari pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat dicapai pesera
didik tapi lebih kepada pembentukan perubahan pada peserta didik, baik secara
jasmani maupun ruhani. Selanjutnya siswa hendaknya diturut sertakan dalam
penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Dan siswa hendaknya turut
serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah. Siswa
hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, dan siswa boleh membuktikan
hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan. Pendidikan yang humanistik memandang
manusia sebagai manusia, yakni makhluk hidup ciptaan Allah dengan
fitrah-fitrah tertentu. Sebagai makhluk hidup, ia harus melangsungkan,
mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Sebagai pribadi, manusia juga
sebagai makhluk social yang memilki hak-hak sosial dan harus menunaikan
kewajiban-kewajiban sosialnya.
Dalam
kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan
peserta didiknya, untuk perkembangan individu peserta didik itu selanjutnya.
Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:[6]
1) Mendengar pandangan realitas peserta
didik secara komprehensif
2) Menghormati individu peserta didik,
dan
3) Tampil alamiah, otentik, tidak
dibuat-buat.
Tugas
guru dalam kurikulum humanistik adalah menciptakan situasi yang permisif dan
mendorong peserta didik untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri. Dan
tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi
kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Dari sini jelaslah bahwa
pendekatan pengembangan kurikulum humanistik ini mengaharapkan perkembangan
diri siswa sehingga dapat menemukan kepribadiannya yang hidup ditengah-tengah
masyarakat.
Pendekatan
pengembangan kurkulum ini mempunyai beberapa ciri-ciri, yakni:
1) Tujuan
Tujuan
pendidikannya adalah oroses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan
pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadiaan, sikap yang sehat
terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semuanya itu merupakan bagian
dan cita-cita perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing
person). Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang
telah mencapai keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya
baik aspek kognitif, estetika, maupun moral.
2) Metode
Pengembangan
kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan
siswa. Karenanya, menuntut kemampuan guru untuk memilih metode pembelajaran
yang dapat menciptakan hubungan yang hangat antara guru dengan murid, antara
murid dengan murid, dapat memberikan dorongan agar saling percaya. Dalam
kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak disenangi
oleh peserta didik.
3) Organisasi Isi
Kurikulum
humanistik harus mampu memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman
yang terpenggal-penggal. Karenanya peran guru yang diharapkan adalah sebagai
berikut:[7]
a)
Mendengarkan pandangan realitas peserta didik secara
komprehensif
b)
Menghormati individu peserta didik, dan
c)
Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
d)
Evaluasi
Evaluasi
kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya, yang lebih
ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi kurikulum
humanistik lebih menekankan pada proses yang dilakukan. Kurikulum ini melihat
kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta didik masa depan. Kelas yang baik
akan menyediakan berbagai pengalaman untuk mambantu peserta didik menyadari
potensi mereka dan orang lain, serta dapat mengembangkannya.
Pada
kurikulum ini, guru diharapkan mengetahui respon peserta didik terhadap
kegiatan mengajar. Guru juga diharapkan mengamati apa yang sudah dilakukannya,
untuk melihat umpan balik setelah kegiatan belajar dilakukan.Sebagai suatu hal
yang alamiah, kurikulum humanistik memilki beberapa kelemahan, seperti:[8]
1) Keterlibatan emosional tidak selamanya
berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik
2) Meskipun kurikulum ini sangat
menekankan individu peserta didik, pada kenyataannya di setiap program terdapat
keseragaman peserta didik
3) Kurikulum ini kurang memerhatikan
kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, dan
4) Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip
psikologis yang ada kurang terhubungkan.
c. Pendekatan
Teknologis
Salah
satu ciri gloalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai alat
teknologi seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan
satelit, dan internet. Kehadiran teknologi perlu di manfaatkan oleh dunia
pendidikan dalam upaya pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan
efesiensi pendidikan.
Perspektif
teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas program metode dan
material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi memengaruhi
kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi
merupakan suatu rencana penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis instruksi.
Sebagai teori, teknologi digunakan dalam pengembangan dan evaluasi material
kurikulum dan instruksional.[9]
Pandangan
pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan pada bagaimana
mengajarnya, bukan apa yang diajarkan. Sementara pandangan kedua menyatakan
bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan instruksional.
Penerapan
teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk,
yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan
teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat
(tools technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga
teknologi sistem (system technology).
Teknologi
pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan
alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas pendidikan.
Kurikulumnya berisikan rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga
model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model
pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan film dan video,
pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul. Pengajaran dengan
bantuan komputer, dan lain-lain.
Kurikulum
yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan memiliki beberapa ciri
khusus, yaitu:[10]
1) Tujuan
Tujuan
diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.
Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan
khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional. Objektif ini
menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-ketrampilan yang dapat
diamati.
2) Metode
Metode
merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi
terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respons yang
diharapkan maka respons tersebut diperkuat.
3) Organisasi bahan ajar
Bahan
ajar dan isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu
sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar
atau kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau
subkompetensi yang lebih kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari
objektif-objektif ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan.
4) Evaluasi
Kegiatan
evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit
atau semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi
siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi
formatif), umpan balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi
sumatif). Juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum
untuk penyempurnaan kurikulum. Tes evaluasi yang biasa dilakukan adalah tes
objektif.
d. Pendekatan
Rekonstruksionisme
Pendekatan
ini disebut Rekonstuksi sosial. Kurikulum rekonstruksi sosial sangat
memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik
perkembangan ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini yang konsisten dengan
cita-cita tertinggi, contohnya masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan
dalam intelektual masyarakat umumnya, dan kemampuan menentukan nasib sendiri
sesuai arahan yang mereka inginkan.
Pengajaran
kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang
tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan
pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai
dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi
tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangna
potensi tersebut. Di daerah pertanian misalnya maka sekolah harus mengembangkan
bidang pertanian, sementara kalau daerah industry maka yang harus dikembangkan
oleh sekolah adalah bidang industri. Sehingga kurikulum tersebut dapat memenuhi
kebutuhan masyarakatdaerah tersebut.
Kurikulum
rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai
permasalahan manusia dan kemanusian. Para pendukung kurikulum ini yakin, bahwa
permasalahan yang muncul tidak harus diperhatikan oleh “pengetahuan sosial”
saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.
Kegiatan
yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:[11]
1) Survei kritis terhadap suatu
masyarakat
2) Studi yang melibatkan hubungan
antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional
3) Studi pengaruh sejarah dan
kencenderungan situasi ekonomi lokal
4) Uji coba kaitan praktik politik
dengan perekonomian
5) Berbagai pertimbangan perubahan
politik, dan
6) Pembatasan kebutuhan masyarakat pada
umumnya.
Dari
pemikiran diatas, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum harus bertitik
tolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat. Pendekatan kurikulum
rekonstruksi sosial ini selain menekan pada
isi pembelajaran, sekaligus juga menekankan pada proses pendidikan dari
pengalaman belajar. Ini dikarenakan, pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi
bahwa, manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang kehidupannya membutuhkan
orang lain, selalu bersama, berinteraksi dan bekerjasama.
Dari
pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini, nantinya diharapkan peserta didik
mempunyai tanggung jawab dalam masyarakatnya guna membantu pemerintah dalam
perbaikan-perbaikan dalam masyarakatnya yang lebih baik lagi kedepannya.
Adapun pendekatan kurikulum
rekonstruksi sosial ini mempunyai ciri-ciri berkenaan dengan:
1)
Tujuan
Tujuan
utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para peserta didik pada
tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi
manusia. Karena itu, tujuan program pendidikan setiap tahun berubah.
Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan selain bidang studi
agama, juga perlu didekati dari bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi,
ilmu pengetahuan alam, estetika, matematika dan lain-lain.
2)
Metode
Tugas
guru dalam kegiatan pembelajaran dalam kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu:
berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan
peserta didik. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus dapat
membantu para peserta didik untuk menemukan minat dan kebutuhannya.
Kegiatan
pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam
persoalan-persoalan tersebut di atas dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode antara lain: (1) mengadakan survei kritis kepada masyarakat;
(2) mengadakan studi banding ekonomi lokal dan nasional; (3) mengevaluasi semua
rencana dengan criteria, apakah telah memenuhi kepentingan sebagian besar
orang.
3)
Organisasi Isi
Pola
organisasi isi kurikulum rekonstruksi sosial disusun seperti roda.
Ditengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema
utama dan dibahas secara pleno. Tema-tema tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah
topik yang dibahas dalam diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan
lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kelompok ini merupakan jari-jari. Semua
kegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai
atau velk.
4)
Evaluasi
Dalam
kegiatan evaluasi para peserta didik dilibatkan. Keterlibatan para peserta
didik terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.
Soal-soal yang akan diujikan terlebih dahulu diuji untuk menilai ketepatan
maupun keluasan isinya. Selain itu juga untuk menilai keampuhannya dalam
menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan kehidupan keberagaman masyarakat
yang sifatnya kualitatif.
e.
Pendekatan Accountability (The Accountability
Approach)
Accountability
atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada
masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia
pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah
mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.[12]
Accountability
yang sistimatis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam
bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya, yang kelak dikenal
sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas
spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.
f. Pendekatan
Pembangunan Nasional (National Development Approach)
Pendekatan
ini mengandung tiga unsur : [13]
1) Pendidikan kewarganegaraan
Dalam masyarakat demokratis,
warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori: Warganegara yang apatis, warganegara yang pasif, warganegara yang aktif.
1) Pendidikan sebagai alat pembangunan
nasional
2) Tujuan pendidikan ini adalah
mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang
sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
3) Pendidikan keterampilan praktis bagi
kehidupan sehari-hari
4) Keterampilan yang diperlukan bagi
kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya
bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap,
yaitu:
a) Keterampilan untuk mencari nafkah
dalam rangka sistim ekonomi suatu negara.
b) Keterampilan untuk mengembangkan
masyarakat.
c) Keterampilan untuk menyumbang kepada
kesejahteraan umum.
d) Keterampilan sebagai warganegara
yang baik
Dari beberapa pendekatan pengembangan kurikulum
ini, maka penyusunan kurikulum harus dapat melihat kepada ilmu pengetahuan itu
sendiri yang dapat dikaitkan dengan kepentingan peserta didik sebagai
manusia/individu, dan kurikulum juga harus dapat menyesuaikan dengan
perkemgangan teknologi sekarang ini, dan yang tidak kala pentingnya adalah
kurikulum dibuat dengan memperhatikan kepentingan masyarakat tiap-tiap daerah.
[2] Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori Dan Praktek, cet. ke-5, (Bandung. PT. Remaja Rosdakarya, 2004),
hlm.83-84
[5] Baharuddin, Makin. Pendidikan Humanistik:Konsep, Teori,
dan Aplikasi Praktis dalam Dunia Pendidikan
(Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 192..
[6] Omar Hamalik,
Dasar-dasar pengembangan kurikulum. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 144.
[10] Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek,
cet. ke-5, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 97-98
[11] Nana Syaodih sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm. 97-98
[12] Nasution, Pengembangan kurikulum.: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 97-98
No comments:
Post a Comment