-->
  • Asas- asas kurikulum



    a.    Asas filosofis
    Asas filosofis dalam penyusunan kurikulum, berarti dalam penyusunan kurikulum hendaknya berdasar dan terarah pada falsafah bangsa yang dianut. Falsafah atau filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosopis, philo, philos, philen yang berarti cinta, pecinta, mencintai, sedang Sophia berarti kebijaksanaan, kearifan, nikmat, hakikat, dan kebenaran.

    Dalam hal ini prinsip-prinsip ajaran filsafat yang dianut oleh suatu bangsa seperti pancasila, kapitalisme, sosialisme, komunisme dan sebagainya dapat digolongkan sebagai falsafah dalam arti (produk) sebagai pandangan hidup atau falsafah dalam arti praktis. Dalam penyusunan kurikulum di Indonesia yang harus diacu adalah filsafat pendidikan Pancasila. Filsafat pendidikan dijadikan dasar dan terarah, sedang pelaksanaannya melalui pendidikan.
    Pandangan hidup bangsa Indonesia berdasar pada Pancasila dan dengan sendirinya segala kegiatan yang dilakuan baik oleh berbagai lembaga maupun perorangan, harapannya tidak boleh bertentangan dengan asas pancasila, termasuk dalam kegiatan penyusunan kurikulum. Asas filosofis dalam pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah menentukan tujuan umum pendidikan. Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Faktor “baik” tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita, atau filsafat yang dianut sebuah negara, tetapi juga oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia.
    Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.[1]
    Jadi, asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara. Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang berbeda di dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan tata cara mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh. Apabila pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesia, penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara sebagai landasan filosofis negara. Mengapa filsafat sangat diperlukan dalam dunia pendidikan? Menurut Nasution  dalam Moh Yamin bahwa filsafat besar manfaatnya bagi kurikulum, yakni: Filsafat pendidikan menentukan arah kemana anak- anak harus dibimbing.[2]
            Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita- citakan oleh masyarakat itu. Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk. Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu. Filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak. Tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan sampai mana tujuan itu telah tercapai. Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar, bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai.[3]
    b.    Asas Psikologis
    Sekolah berfungsi menciptakan lingkungan belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, sekolah perlu menyusun suatu program yang tepat dan serasi, sehingga memungkinkan para siswa melakukan kegiatan belajar yang efisien dan berhasil. Program tersebut dinamakan kurikulum. Itulah sebabnya, permasalahan psikologi belajar dan sifat-sifat belajar perlu mendapat perhatian, pembinaan dan pengembangan kurikulum.[4]
    Asas psikologi berarti kegiatan yang mengacu pada hal-hal yang bersifat psikologi. Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu pelayanan yang diperuntukkan pada siswa, oleh karena dalam psikologi juga dibahas aspek psikis yang terdapat pada Manusia sebagai makhluk yang bersifat unitas multiplex yang terdiri atas sembilan aspek psikologi yang kompleks. Aspek-aspek tersebut dikembangkan dengan perantara berbagai mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum sebagai berikut:
    1)   Aspek ketakwaan : dikembangkan dengan kelompok bidang pendidikan keagamaan.
    2)   Aspek cipta : dikembangkan dengan kelompok bidang studi ekstrakurikuler, sosial, bahasa, dan filsafat.
    3)   Aspek rasa : dikembangkan dengan kelompok bidang studi seni
    4)   Aspek karsa : dikembangkan dengan kelompok bidang studi etika, budi pekerti, Agama, dan PPKN.
    5)   Aspek karya (kreatif) : Dikembangkan melalu kegiatan penelitian, independen studi, dan pengembangan bakat.
    6)   Aspek karya : Dikembangkn dengan berbagai mata pelajaran keterampilan.
    7)   Aspek kesehatan : Dikembangkan dengan kelompok bidang studi kesehatan, olahraga.
    8)   Aspek sosial : Dikembangkan melalui kegiatan praktek lapangan, gotong royong, kerja bakti, KKN, PPL, dan sebagainya.
    9)   Aspek karya : Dikembangkan melalui pembinan bakat, wirausaha dan kerja mandiri.[5]
    c.    Asas sosiologi
    Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala sosial hubungan antar individu dengan individu, antar golongan, lembaga sosial yang disebut juga ilmu masyarakat. Dunia sekitar merupakan lingkungan hidup bagi manusia. Masyarakat merupakan kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama hingga mereka mengatur diri mereka sendiri dan menganggap sebagai suatu kesatuan sosial. Sekolah adalah institusi sosial yang didirikan dan ditujukan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan asyarakat. Maka kurikulum sekolah dalam penyusunan dan pelaksanaan banyak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial yang berkembang dan selalu berubah di dalam masyarakat.[6]
    d.   Asas Teknologis
    Ilmu pengetahuan dan teknologi satu sama lain tidak dapat dipisahkan sebab ilmu pengetahuan yang hanya sebagai ilmu untuk bahan bacaan tanpa praktikan untuk kepentingan umat manusia hanyalah suatu teori yang mati. Sebaliknya praktik yang tanpa didasari oleh ilmu pengetahuan hasilnya akan sia-sia.
    Kurikulum tidak boleh meninggalkan kemajuan teknologi pendidikan. Peningkatan penggunaan teknologi pendidikan akan menyebabkan naiknya tingkat efektivitas dan efisien proses belajar mengajar selalu menonjolkan peranan guru, terutama dalam memilih bahan dan penyampaiannya.
    Dengan majunya teknologi informasi, diharapkan bahwa mengajar adalah membuat yang belajar mengajar diri sendiri, selanjutnya, system penyampaiannya tidak harus dengan tatap muka antara guru dan siswa. Sekarang peran guru dapat digantikan dengan media instruksional baik yang berupa media cetak maupun non cetak terutama media elektronik, misalnya komputer, internet, rekaman video, dan sebagainya. Dengan teknologi pendidikan modern, proses pembelajaran akan dilakukan dengan berbagai system penyampaiannya, misalnya system pembelajaran jarak jauh, yang penyampaiannya dengan cara menggunakan modul, Televisi Pendidikan Nasional, siaran radio, pendidikan, metode berprogram internet dan sebagainya.[7]


    [1] H. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan kurikulum. (Jakarta: Renika Cipta, 2010), Jakarta), hlm. 78
    [2] Moh. Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan. (Jakarta: Diva Press, 2009), hlm. 19
    [3] Seifert, Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. (Yogjakarta: Ircisod, Cet-Ke5. Th 2010), hlm. 175
    [4] Hamalik, Dasar-dasar pengembangan kurikulum. ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 105
    [5] Sugihartono dkk., Psikologi Pendidikan. (Jogjakarta: UNY Press.. 2007),hlm. 4.
    [6] Moh. Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan. (Jakarta : Diva Press,2009), hlm. 120
    [7] Mulyasa, Kurikulum tingkat satuan pendidikan sebuah panduan praktis (Bandung :  PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 98
  • You might also like

    No comments:

    Post a Comment

Flag Counter

Statistik